Aaaaaaak! UTS selesai
sudah, Reds! Lega sekali rasanya. Walaupun ada beberapa mata kuliah yang saya
merasa nggak bisa maksimal L
Tapi nggak apa-apa, insya Allah di
UAS nanti semua mata kuliah bisa dimaksimalkan. Amin.
Oh ya, alhamdulillah, nilai uts untuk mata
kuliah paedagogi sudah diumumkan di facebook
group. Dan alhamdulillah lagi,
nilai saya memuaskan. Memang ya, Reds, benar kata-kata Mama. Begini:
“Kak, hidup itu nggak wajib
punya target. Tapi kamu wajib punya arah dan tujuan. Apapun tujuan kamu, jalanilah
dengan sungguh-sungguh dan berikan yang terbaik.
Buruk pun hasilnya nanti, itu
penilaian orang. Yang penting, itu adalah usaha terbaik Kakak yang nggak akan
Kakak sesali nantinya,”
-
The best mother in the world –
Senangnya lagi nih,
nilainya dipublikasikan. I really
appreciate transparency, you know. Dengan saya tau berapa nilai uts saya,
kalaupun nilai saya rendah, saya tahu memaksimalkan dan memperbaikinya di tugas
dan ujian kedepannya. Benar, kan ?
Oke, karena saya juga
bingung mau membahas apa terkait mata kuliah, kali ini kita intermezzo aja dengan isu-isu yang
sedang berkembang di dunia pendidikan. Apa dong?
Reds, pasti kalian tau dong dengan
fenomena Ujian Nasional (UN) 2013 tahun ini? Berantakan sekali! Bisa-bisanya
lembar soal kurang, lembar jawaban mudah robek. Dan bukan hanya tingkat SMA
saja, SMP juga. Sejauh ini, Dinas Pendidikan menunjuk percetakan sebagai biang
kesalahan. Sementara percetakan
menyangkal dan menyebutkan bahwa soal UN dari pemerintah baru diberikan H-23 UN.
Duh, nggak tau deh ya yang mana yang benar. Tapi tetap saja, kan, itu
kesalahan.
Kenapa
saya ikutan emosi? Sekolah saya dulu ketika SMA, terkena musibah ini juga. Adik-adik
kelas saya di IPS, kekurangan lembar soal dan lembar ujian yang menyebabkan
mereka harus menunda pelaksanaan UN selama seminggu. Kasihan, Reds! Salah satu
dari mereka kebetulan sering ngumpul bareng saya dan teman-teman. Dia cerita
tentang musibah ini, sedih deh dengarnya. Padahal cowok, nggak biasa untuk
bersedih-sedih. Dia bilang kalau persiapannya fisik dan mental sudah total,
tapi begitu tiba di sekolah dan mendengar kabar penundaan itu rasanya bingung
harus bagaimana.
Itu
di sekolah saya ya, yang posisinya di pinggiran kota tapi bisa dicapai dengan
alat transportasi. Tapi bagaimana dengan yang di pelosok-pelosok sana, yang ke
sekolah harus jalan berkilometer, yang ke sekolah harus menyeberang sungai dan
membahayakan diri? Kasihan sekali, kan, Reds, kalau sesampainya di sekolah
hanya untuk mendengar kabar penundaan. Duh, pemerintah apa nggak kepikir sampai
kesini ya? (-__-)/[___]
Belum
lagi soal ujian 20 paket. Hayyaaaaa,
pusing euy. Mungkin niatnya baik sih
supaya nggak terjadi kecurangan contek-mencontek. Ealah apanya. Teman mama saya kok ya dengan bangganya cerita kalau
anaknya dapat kunci jawaban dari sekolahnya. Jadi sebenarnya paket-paketan ini
efektif nggak sih kalian? Kalau saya pribadi sih nggak. Dulu ya, zaman saya
(ceritanya baru dua tahun lalu sih), empat atau lima paket saja, saya yang
orangnya pencemas sudah panik duluan sebelum ujian. Padahal kita kan bukan
disuruh kerjain semua paket. Tapi ya itu, bisa panik duluan.
Saya
setuju kalau tahun depan UN dihapuskan. Kamu?
No comments:
Post a Comment