Saturday, May 4, 2013

Ujian Nasional 2013


Aaaaaaak! UTS selesai sudah, Reds! Lega sekali rasanya. Walaupun ada beberapa mata kuliah yang saya merasa nggak bisa maksimal L Tapi nggak apa-apa, insya Allah di UAS nanti semua mata kuliah bisa dimaksimalkan. Amin.
Oh ya, alhamdulillah, nilai uts untuk mata kuliah paedagogi sudah diumumkan di facebook group. Dan alhamdulillah lagi, nilai saya memuaskan. Memang ya, Reds, benar kata-kata Mama. Begini:

“Kak, hidup itu nggak wajib punya target. Tapi kamu wajib punya arah dan tujuan. Apapun tujuan kamu, jalanilah dengan sungguh-sungguh dan berikan yang terbaik.
Buruk pun hasilnya nanti, itu penilaian orang. Yang penting, itu adalah usaha terbaik Kakak yang nggak akan Kakak sesali nantinya,”
- The best mother in the world –
 
Senangnya lagi nih, nilainya dipublikasikan. I really appreciate transparency, you know. Dengan saya tau berapa nilai uts saya, kalaupun nilai saya rendah, saya tahu memaksimalkan dan memperbaikinya di tugas dan ujian kedepannya. Benar, kan?

Oke, karena saya juga bingung mau membahas apa terkait mata kuliah, kali ini kita intermezzo aja dengan isu-isu yang sedang berkembang di dunia pendidikan. Apa dong?
Reds, pasti kalian tau dong dengan fenomena Ujian Nasional (UN) 2013 tahun ini? Berantakan sekali! Bisa-bisanya lembar soal kurang, lembar jawaban mudah robek. Dan bukan hanya tingkat SMA saja, SMP juga. Sejauh ini, Dinas Pendidikan menunjuk percetakan sebagai biang kesalahan. Sementara percetakan menyangkal dan menyebutkan bahwa soal UN dari pemerintah baru diberikan H-23 UN. Duh, nggak tau deh ya yang mana yang benar. Tapi tetap saja, kan, itu kesalahan.
Kenapa saya ikutan emosi? Sekolah saya dulu ketika SMA, terkena musibah ini juga. Adik-adik kelas saya di IPS, kekurangan lembar soal dan lembar ujian yang menyebabkan mereka harus menunda pelaksanaan UN selama seminggu. Kasihan, Reds! Salah satu dari mereka kebetulan sering ngumpul bareng saya dan teman-teman. Dia cerita tentang musibah ini, sedih deh dengarnya. Padahal cowok, nggak biasa untuk bersedih-sedih. Dia bilang kalau persiapannya fisik dan mental sudah total, tapi begitu tiba di sekolah dan mendengar kabar penundaan itu rasanya bingung harus bagaimana.
Itu di sekolah saya ya, yang posisinya di pinggiran kota tapi bisa dicapai dengan alat transportasi. Tapi bagaimana dengan yang di pelosok-pelosok sana, yang ke sekolah harus jalan berkilometer, yang ke sekolah harus menyeberang sungai dan membahayakan diri? Kasihan sekali, kan, Reds, kalau sesampainya di sekolah hanya untuk mendengar kabar penundaan. Duh, pemerintah apa nggak kepikir sampai kesini ya? (-__-)/[___]
Belum lagi soal ujian 20 paket. Hayyaaaaa, pusing euy. Mungkin niatnya baik sih supaya nggak terjadi kecurangan contek-mencontek. Ealah apanya. Teman mama saya kok ya dengan bangganya cerita kalau anaknya dapat kunci jawaban dari sekolahnya. Jadi sebenarnya paket-paketan ini efektif nggak sih kalian? Kalau saya pribadi sih nggak. Dulu ya, zaman saya (ceritanya baru dua tahun lalu sih), empat atau lima paket saja, saya yang orangnya pencemas sudah panik duluan sebelum ujian. Padahal kita kan bukan disuruh kerjain semua paket. Tapi ya itu, bisa panik duluan.

Saya setuju kalau tahun depan UN dihapuskan. Kamu?

No comments:

Post a Comment