Thursday, May 23, 2013

"Filantropis"

   Hai, Reds !!! Apa kabar??? Semoga baik ya. Ada yang mau tanya kabar saya? Hehe. Saya pusing nih, tugas bertebaran dan tidak ada ujungnya. Tapi ya namanya mahasiswa, kalau tidak ada tugas ya tidak ada kerjanya. Eh, tapi hari ini saya sedang sangat senaaaaaaaaang sekali. Sampai lebay ya, sudah menggunakan kata 'sangat' ditambah lagi kata 'sekali'. Tapi seriusan, saya sedang senang sekali hari ini. Ada kejadian apa sih? Akan saya ceritakan kok ;) By the way, mungkin entri kali ini saya tidak bercerita tentang sesuatu yang berhubungan dengan paedagogi, lebih ke pengalaman saya saja. Tapi sekedar share, manatau ada yang tertarik melakukan hal yang sama, kan tidak apa-apa. Yuk lah, selamat membaca ya, Reds !!

    Kamis, 23 Mei 2013 pukul 11.30, saya dan teman-teman berangkat ke Panti Jompo Harapan Jaya di Marelan dalam rangka penyelesaian tugas psikologi klinis berkaitan dengan kegiatan filantropis. Jadi, kegiatan ini harus kami lakukan selama satu bulan, termasuk dengan perencanaan dan persiapannya. Nah, hari ini adalah jadwal kegiatan pertama kami. Kenapa kami memilih panti jompo? Sebenarnya lebih senang dengan anak-anak, tapi kelompok lain sudah terlalu banyak. Kami mau sesuatu yang beda. Oh ya, sebelumnya juga kami sudah ditolak di tiga panti jompo lho. Jadi kami sangat berharap besar di panti jompo ini.
    
    Awalnya, saya agak ketakutan sih. Takut kegiatan kami gagal, takut tidak berjalan lancar, dan ketakutan lainnya. Masalahnya, pada saat survey, ada beberapa lansia yang sepertinya memiliki gangguan mental. Sekilas lihat sih, jadi halo effect gitu. Selain itu, saya juga takut tidak bisa berkomunikasi dengan halangan bahasa.
  
    Kami tiba di panti sekitar pukul 1 siang, jalanan macet sekali. Kami membawa kue untuk dibagikan. Lima belas menit kami bercerita dengan pengurusnya di kantor pengurus. Lalu setelah itu kami mulai berkeliling dan menyapa para lansia. Ternyataaaaaa, sangat menyenangkan lho bergabung dengan mereka. Banyak sekali cerita-cerita yang rasanya kalau diceritakan juga nggak cukup. Kesan pertama saat survey langsung buyar setelah lebih dekat dengan mereka. Kami memanggil mereka Ama dan Akong :)
    Ada satu Ama yang jadi tour guide kami. Beliau sangat ramah dan sociable. Melalui Ama inilah kami berkenalan dengan Ama dan Akong lainnya. Kemudian kami berkenalan dengan Akong yang tidak bisa berbicara, hanya bisa bilang 'Ampun' kalau sedang dihukum dan tingkahnya persis anak-anak. Lucuuuu sekali, rasanya pengen gemes-gemesin pipinya, tapi takut nggak sopan. Akong ini senang sekali meminta rokok, kami bolak-balik memberi pengertian kepada Akong bahwa kami tidak punya rokok. Akong ini juga senang sekali memeluk, membelai kepala, dan mencium Akong serta Ama lainnya. Seriusan gemes. Sayangnya arsip fotonya masih di teman lainnya.
    Lalu ada juga Ama Lisa, kata pengurusnya beliau retardasi mental. Memang sih, Ama Lisa tidak bisa berbicara dan tidak nyambung kalau diajak berkomunikasi. Kerjanya menyeret kursi kesana kemari dan senang berteriak untuk memanggil orang. Beliau nih yang di awal membuat saya takut. Tapi ternyata enggak kok. Ama Lisa senang sekali difoto :))
    Ada juga Ama lainnya. Beliau dapat berkomunikasi dengan baik. Ingatannya pun, sepertinya, masih baik. Hanya saja kakinya terserang polio sejak usia 7 tahun :( Ada Ama yang senang berdandan dan sibuk menyuruh kami belajar bahasa Jawa. Ada Akong yang berusia 97 tahun dan mantan juru ketik di masa perang. 
    Ada Acik Asun, yang katanya, dulu pernah ikut Seagames balap sepeda dan balap motor di Singapura. Sedihnya, Acik Asun tidak bisa melihat lagi. Kata beliau sih didukuni mantan pacarnya. Beliau juga pernah bekerja di Irak dan beberapa negara asing lainnya.
  
    Sebenarnya, saya sendiri tidak tahu apa yang dibicarakan para Ama dan Akong ini benar atau tidak. Tapi yang saya pahami adalah mereka membutuhkan teman cerita. Disitulah saya dan teman-teman lainnya berusaha menjadi pendengar yang baik bagi Ama dan Akong.

    Pelajaran yang bisa saya ambil hari ini rasanya sangat banyak. Saya belajar bagaimana pengurus di panti itu seharian menghadapi mereka. Saya juga belajar menjadi pendengar yang baik. Saya juga melatih kemampuan saya bersosialisasi, masalahnya saya tidak terlalu suka berhadapan dengan orang banyak. Oh ya, saya juga jadi tahu bahwa para lansia ini masuk kesini bukan terpaksa. Ya, ada sih beberapa yang terpaksa. Tapi beberapa orang malah meminta anaknya dibawa ke panti. Katanya mereka bosan tinggal di rumah sendiri karena anak dan cucunya sibuk masing-masing. Sementara kalau di panti mereka bisa duduk bersama teman-teman.
  
    Seandainya orang tua kalian sudah renta, apa kalian memasukkan mereka ke panti jompo juga? Jujur, saya termasuk orang yang paling anti dengan itu, walaupun mungkin ada beberapa alasan dari anak yang memasukkan orang tuanya ke panti jompo. Tapi rasanya, kan, bagaimana ya? Ibaratnya, seumur hidup mereka sudah mengurusi kita, sakit sehat tidak berdaya. Masa kita tidak bisa merawat mereka dan membahagiakan mereka di masa tuanya?

    Oh ya, satu hal juga yang ingin saya beritahu kepada kalian. Membantu itu sangat mudah. Tidak perlu uang jutaan untuk membantu orang lain. Hanya dengan mendengarkan mereka yang butuh teman cerita ternyata sudah membantu banyak. Melihat tertawa saat bercerita dengan saya, rasanya.... Ah! Senang sekali. Saya sampai haru dengan cara Tuhan menunjukkan kepada saya tentang betapa mudahnya membantu orang lain :)

No comments:

Post a Comment