Monday, June 17, 2013

Tulus, Tangguh & Inspiratif



  Coba diacung tangannya, siapa yang tidak kenal dengan sosok di atas ini? Agak keterlaluan sih, pasalnya, belakangan ini beliau sedang menjadi pembicaraan di bidang pendidikan di Indonesia. Siapa beliau? Apa yang sudah beliau lakukan?

  Beliau adalah Een Sukaesih, warga Dusun Batukarut RT 01/06 Desa Cibeureum Wetan Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang. Setamatnya dari program D3 jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan di IKIP Bandung (1985), Bu Een mengabdi sebagai guru SMA di Cirebon.
   
  Sejak 1982, dokter telah memvonis Bu Een menderita Rheumatoid Arthritis atau peradangan sendi. Selama tiga tahun mengenyam pendidikan, Bu Een masih bertahan. Hingga setelah sebulan mengajar di Cirebon, bu Een harus pulang ke Sumedang karena menderita kelumpuhan di sekujur tubuhnya. Kelumpuhan ini memaksanya terus berbaring hingga saat ini.
  
  Selama 28 tahun terbaring di tengah penyakitnya, Bu Een tidak berdiam diri. Ia menjadi pengajar bagi anak-anak di sekitar rumahnya. GRATIS!!! Kebayang nggak sih bagaimana besarnya hati bu Een? Beliau sakit, terkapar, tapi dengan semangatnya yang sangat besar untuk memajukan pendidikan Indonesia itu, Bu Een masih bersedia nggak dibayar untuk mendidik anak Indonesia. Life for Education, itu prinsip hidupnya. Salut ya!! :''')


  Cerita tentang bu Een mulai menyeruak di acara penganugerahan Liputan6 Awards yang diselenggarakan oleh Liputan6 SCTV. Kategori Special Award yang diterima Bu Een diberikan langsung oleh Bapak Jusuf Kalla. Bu Een yang terbaring di kasurnya didorong ke atas panggung oleh murid-murid dan keluarganya. Seluruh hadirin acara tersebut langsung berdiri, bahkan tidak sedikit yang meneteskan air mata saat piala tersebut diterima oleh Bu Een.

  Saya pribadi, yang memang sangat sensitif dengan momen-momen seperti ini, langsung banjir air mata. Apalagi saat Keith Martin mempersembahkan lagu Because of You untuk Bu Een. Itu rasanya nggak bisa saya sebutkan lagi. Dada saya sampai sesak karena bahagia dan harunya melihat penghargaan itu jatuh ke tangan yang tepat. Bahkan untuk menulis paragraf ini, rasa haru itu masih menyeruak.
  Lalu momen mengharukan lainnya pada saat Bu Een diundang pihak Universitas Pendidikan Indonesia, dulunya IKIP Bandung tempat Bu Een menimba ilmu, untuk menerima penghargaan sekaligus berbagi pengalaman. Disana Bu Een dipertemukan dengan personel Bimbo yang merupakan salah satu penyanyi favoritnya. Bu Een langsung menangis saat Acil  mencium keningnya, begitupun saya yang menonton di televisi. Bu Een juga menangis saat Ebiet G. Ade menyanyikan lagu untuknya. Tangis Bu Een kian menjadi ketika Bu Een dipertemukan dengan dosen favoritnya yang kini menjadi Rektor UPI.
  
  Melihat Bu Een, saya merasakan dua hal yang berkontradiksi. Saya sangat bangga bahwa Indonesia masih memiliki Bu Een dan semoga ada Bu Een lainnya. Tapi saya jauh lebih malu lagi, karena saya yang alhamdulillah sehat fisiknya tidak berbuat apa-apa yang lebih besar dari yang dilakukan Bu Een.

  Ketulusan Bu Een wajib kudu mesti harus menjadi pedoman bagi kita semua. Kekurangan itu bukan menjadi pembatas bagi siapapun untuk melakukan hal-hal yang besar dan mulia untuk lingkungan sekitar. Duuuh, banyak sekali loh yang bisa kita pelajari dari Bu Een. Semoga guru-guru masa kini dan masa depan bisa memiliki pandangan seperti Bu Een, yang tidak mengutamakan uang dan kepentingan pribadi. Amin.

  Menjadi guru yang biasa saja sulit, apalagi guru sangat luar biasa seperti Bu Een. Semangat terus, Bu Een!